Di kisahkan suatu hari seperti yang dinukilkan oleh Syekh Abdurahman Al-Sinjari, dalam Al-Buka min Khasyatillah, Nabi Ya’qub berdialog dengan Malaikat Izrail.“Aku ingin sesuatu yang harus engkau penuhi sebagai tanda persudaraan kita,” pinta Nabi Ya’kub.
“Apakah itu.” tanya Izrail.
“Jika ajalku telah dekat, beritahulah aku.” ujar Nabi Ya'kub.
Malaikat itu menjawab, “Baik, aku akan memenuhi hajatmu. Aku akan mengirimkan tidak hanya satu utusan, tapi dua atau tiga utusan.” Setelah itu keduanya berpisah.
Hingga setelah lama malaikat itu datang kembali.
“Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?” tanya Nabi Ya’qub.
“Ya, Aku datang untuk mencabut nyawamu.” jawab malaikat Izrail.
“Lalu dimana utusanmu yang ketiga?” tanya Nabi Ya’qub lagi.
“Sudah kukirim. Iaitu Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah gagah, dan membongkoknya badanmu setelah tegap. Wahai Ya’qub itulah utusanku untuk setiap anak Adam.”
Tetapi, kematian itu tidak hanya akan menimpa kepada orang-orang yang sudah lanjut usia (tua) saja, tapi semua orang baik itu hatta bayi yang baru lahir atau belum lahir, anak-anak, remaja, dewasa sehingga orang tua yang sudah lanjut juga. Pokoknya, setiap yang berjiwa baik manusia, haiwan, tumbuhan dan lain sebagainya akan merasakan mati, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (Ali-Imaran: 185)
Malahan di lain ayat-Nya Allah SWT menerangkan bahwa kematian itu terjadi atas izin Allah SWT sebagai sebuah ketetapan yang telah ditentukan waktunya, sebagaimana firman-Nya,
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya…” (Ali Imran: 145)
Maka, oleh yang demikian, dimanapun kita, apa pun yang kita lakukan, jika Allah SWT telah menetapkan ketentuan-Nya, bahawa saat ini, minit ini, jam ini, dan hari ini kita di takdirkan mati, maka matilah kita. Allah SWT berfirman,
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, walaupun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kukuh…” ( An-Nisa: 7
Kematian adalah sesuatu yang pasti akan terjadi dan akan menimpa kepada setiap yang berjiwa. Yang jadi masalah adalah tidak ada yang tahu bilakah kematian itu akan menimpa. Malahan Rasulullah SAW sendiri pun tidak diberitahu oleh Allah SWT. Sehingga timbul pertanyaan pada diri masing-masing, kenapa Allah SWT merahsiakan perihal kematian ini?
Ada beberapa alasan yang perlu kita ambil pengajaran dari sebab kematian itu dirahsiakan:
1. Agar Manusia Tidak Cinta Dunia
DR. Aidh Al-Qarni dalam sebuah bukunya Cambuk Hati berkata bahwa, “Dunia adalah jambatan akhirat. Oleh karana itu, seberangilah ia dan janganlah anda menjadikannya sebagai tujuan. Tidaklah berakal orang yang membangun gedung-gedung di atas jambatan”.
Imam Al-Ghazali dalam kitab 'Ihya Ulumiddin menukil beberapa hadith mengenai masalah dunia diantaranya adalah:
Rasulullah SAW bersabda, “Dunia itu penjara bagi orang Mukmin dan surga bagi orang kafir”.
Dan sabda nabi lagi, “Dunia itu terkutuk. Terkutuklah apa yang ada di dalamnya kecuali yang ditujukan kepada Allah.”
Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahawa Raulullah SAW telah bersabda, “Barangsiapa mencintai dunianya, nescaya ia akan membahayakan akhiratnya. Dan barangsiapa mencintai akhiratnya, nescaya ia akan membahayakan dunianya. Maka utamakanlah apa yang kekal daripada apa yang binasa.”
Pokoknya adalah agar kita tidak cinta pada sesuatu yang pasti tiada. Jangan sampai ada makhluk, benda, harta, jabatan yang menjadi penghalang kita dari Allah SWT.
2. Agar Manusia Tidak Menangguh-nangguh Amal
Kita tidak pernah tahu bilakah kita akan mati. Detik, minit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun, semua dirahsiakan Allah SWT. Oleh itu, janganlah manusia itu menunda-nunda atau bertangguh dalam beribadah, dan semua amal perbuatan baik yang akan kita lakukan, taubat yang kita lakukan, maaf yang kita ucapkan.
Kata Hukamak,
“Penundaanmu untuk beramal karana menanti waktu senggang, adalah timbul dari hati yang bodoh.”
Beberapa tips untuk kita mengatur waktu dalam kehidupan dunia yang mana perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1–Utamakan kehidupan akhirat, dan jadikan hidup didunia sebagai jambatan menuju akhirat, dan jangan menunda waktu beramal.
2–Berpegang dan bertanggungjawab dengan waktu, karena apabila salah menggunakan waktu, maka waktu itu akan memenggal kita. Ertinya terputus seseorang dengan waktu terputus pula amal selepasnya.
3–Mengejar dunia, tidak akan ada akhirnya, lepas satu datang pula lainnya. Amal yang tertunda kerana habisnya waktu, akan melemahkan semangat untuk menjalankan ibadah. Akibatnya hilang pula wujud kita sebagai hamba Allah yang wajib beribadah.
4–Pergiatlah waktu beramal sebelum tibanya waktu ajal.
5–Perketat waktu ibadah sebelum datang waktu berserah.
6–Jangan menunda amal bakti sebelum datang waktu mati.
7–Aturlah waktu untuk beramal agar kelak tidak menyesal.
3. Agar Dapat Mencegah Maksiat
Ibnu Bathal berkata: “Jihadnya seseorang atas dirinya adalah jihad yang lebih sempurna”.
Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya” (An-Nazi’at: 40).
Jihad seseorang atas dirinya sendiri berupaya mencegah diri dari maksiat, mencegah diri dari apa yang syubhat dan mencegah diri dari melayan syahwat.
Meninggalkan maksiat merupakan perjuangan, sedang keengganan meninggalkannya adalah pengingkaran. Maka, untuk menghindari maksiat, tidak lain dengan menemukan jalan keluarnya, dan satu-satunya jalan keluar adalah ketaatan dan menempatkan diri pada pergaulan yang dapat terhindar dari panggilan dan godaan hawa nafsu itu sendiri.
4. Agar Menjadi Orang Yang Bijak
Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang bijak adalah yang merendahkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sementara orang bodoh adalah orang yang mengikuti diri pada hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan angan-angan kosong.”
Oleh yang demikian, jadilah orang yang bijak. Kerana hanya orang yang bijaklah tahu bagaimana dia mempersiapkan diri untuk mati. Mereka tahu bagaimana merubah yang fana ini menjadi sesuatu yang kekal.
Misalnya, bagaimana caranya harta yang diperoleh di dunia fana ini bisa berubah menjadi kekal. Maka caranya adalah dengan mengeluarkan sebagiannya atau semuanya untuk diinfa'kan kejalan Allah yakni untuk saham atau investment untuk akhiratnya kelak.
Kematian itu suatu yang PASTI. Wallahu'alam
”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Ali Imran : 102